BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada dua penyakit kulit yang perlu diwaspadai
karena sering diabaikan yaitu Kusta dan Frambusia. Kusta dan frambusia
merupakan penyakit kulit menular dan menahun yang mudah disembuhkan apabila
ditemukan secara dini. Bila ditemukan sedini mungkin dan diobati dengan baik
maka dapat mencegah penderita dari kecacatan tetap dan sembuh dalam waktu 6
bulan. Oleh karena itu, peran serta masyarakat sangat penting dalam menemukan
penderita dan melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan
pengobatan.
Didunia, pada awal tahun 1950-an
diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika, Asia, Amerika Selatan
dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta penderita. Setelah
WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun 1954
– 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastik dari jumlah
penderita penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat
kurangnya fasilitas kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat.
Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100 juta anak-anak beresiko terkena
frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia?
Jawabannya masih ada, tersebar di daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun
1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita
frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya
frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada
kualitas kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada
tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat
krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua
provinsi. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun
melaporkan adanya frambusia. Pemerintah pada Pelita III (pertengahan
pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus dapat
dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan
“Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena metode,
organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang
kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan
pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya frambusia di suatu
wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan tidak
tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah.
B. RUMUSAN
MASALAH
·
Apa
yang di maksud dengan frambusia?
·
Bagaimana
epidemiologi dari penyakit frambusia?
·
Bagaimana
etilogi penyakit frambusia?
·
Bagaimana
manifestasi klinis frambusia?
·
Bagaimana
upaya pencegahan frambusia?
·
Bagaimana
pengobatan frambusia
C. TUJUAN
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui pengertian frambusia
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui epidemiologi dari penyakit frambusia.
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui etiologi frambusia
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis frambusia
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui upaya pencegahan frambusia
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui pengobatan frambusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN FRAMBOESIA
Framboesia
atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit framboesia atau patek adalah suatu
penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga
yang menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman
dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di
kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa
Jawa dengan istilah “ora Patheken”.
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah tersebar melalui
kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh
subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas,
banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin,
sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang
padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Framboesia
termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya
kesadaran masyarakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih,
lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan masyarakat tentang penyakit
ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal
biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada
penderita..
B. EPIDEMIOLOGI
FRAMBUSIA
Prevalensi frambusia secara global menurun drastis
setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal pada tahun
1950-an dan 1960-an sehingga menekan peningkatan kasus frambusia, namun kasus
frambusia mulai ditemukan lagi di sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika
Barat dengan penyebaran infeksi tetap berfokus di daerah Amerika Latin,
Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik
Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia selalu berubah sesuai dengan
perubahan iklim.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna
terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate
frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi
kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi
pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah
frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan
Sumatera, lebih dari 1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia
Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong
frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten
di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun
2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan
untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi
Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor
host (manusia), agent (vector) dan environtment
(lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan
perilaku perorangan.
1.
Agent
Penyebab penyakit
frambusia adalahTreponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta.
Framboesia berdasarkan karakteristik Agen :
a.
Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen
untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
b.
Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik
tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit
dengan permukaan basah tanpa nanah.
c.
Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila
tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian
sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda
stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang juga mengenai
otot dan persendian.
d.
Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen
untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
e.
Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya
penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
f.
Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal
Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.
2.
Host
Manusia dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat
berpeluang tertular penyakit ini. Ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15
tahun lebih sering pada laki-laki.
3.
Environment
Lingkungan Fisik:
Di daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab.
Di daerah endemik frambusia prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan.
Menurut WHO (2006) bahwa kasus frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi
NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar
Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan
Papua.
Lingkungan social ekonomi:
Kepadatan penduduk, kurangnya persediaan air bersih,
dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk, baik perorangan maupun
pemukiman.
Kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai dan
kontak langsung dengan kulit penderita penyakit Framboesia.
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih
kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini merupakan hal biasa dialami
karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita.
C.PENYEBAB ATAU ETIOLOGI PENYAKIT FRAMBOESIA
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual pada umumnya menyerang anak – anak berusia di bawah 15 tahun., yang dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur
terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, banyak
hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi
lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat
penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai.
Jadi,
penyakit ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir
bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta
masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah – daerah terpencil yang sulit
dijangkau. Bisa dikatakan bahwa “penyakit frambusia bermula dimana jalan
berakhir”.
Framboesia
berdasarkan karakteristik Agen :
1) Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan
sang Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
2) Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan
fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak
sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
3) Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik
apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta
persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia,
tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang
juga mengenai otot dan persendian.
4) Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan
Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
5) Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya
penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
6) Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan
gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.
D. FAKTOR
RESIKO
1.
Distribusi
Terutama
menyerang anak-anak yang tinggal didaerah tropis di pedesaan yang panas,
lembab, lebih sering ditemukan pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara
global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin
secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an, namun penyakit frambusia muncul
lagi di sebagian besar daerah katulistiwa dan afrika barat dengan penyebaran
fokus-fokus infeksi tetap di daerah Amerika latin, kepulauan Karibia, India,
Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan.
2.
Determinan
Faktor
penyebab penyakit Framboesia adalah Treponema pallidum sub spesies pertenue.
Namun bukan hanya Agen saja tetapi lingkungan si penjamu juga dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit Framboesia seperti sanitasi lingkungan yang
buruk, kurangnya kesadaran masyrakat akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas
air bersih, lingkungan yang padat penduduk, kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai dan kontak langsung dengan kulit penderita penyakit Framboesia.
E. PATOFISIOLOGI FRAMBUSIA
Frambusia
di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung
dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya
menyerang kulit dan tulang.
Pada
awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu,
setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti
buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah
dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala,
nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan
menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian.
Terjadinya
kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang
menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk
nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi
dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya
ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan
kontraktur.
Pada
awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan,
gigitan, maupun pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia
terbatas hanya pada kulit saja, namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian
atas dan sendi. Walaupun hamper seluruh lesi frambusia hilang dengan
sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan komplikasi yang
umum. Setelah 5 – 10 tahun, 10 % dari pasien yang tidak menerima pengobatan
akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang, tulang rawan,
kulit, serta jaringan halus, yang akan mengakibatkan disabilitas yang
melumpuhkan serta stigma social.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat)
tahap meliputi:
a. pertama (primary stage) berbentuk
bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
b. secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema
pada kulit;
c. latent stage bakteri relaps atau gejala hampir
tidak ada;
d. tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang
kelihatan,
F. JENIS
KLASIFIKASI
Jenis
klasifikasi penyakit framboesia yaitu penyakit menular melalui :
1)
Dapat
menular melalui air yaitu terbukti dengan banyaknya para penderita penyakit
Framboesia di daerah yang sanitasi air dan lingkungannya tidak terjaga atau
kotor yang dapat memungkinkan Agen untuk berkembang biak dan menulari Penjamu.
2)
Dapat
menular melalui kulit yaitu dengan melakukan kontak langsung penderita yang
dimana si Agen berkembang biak di si penderita.
G. RIWAYAT
ALAMIAH PENYAKIT
Penyakit
frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan
bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lesi kemudian menyebar
membentuk lesi yang khas berbentuk buah frambus (raspberry) dan terjadi ulkus
(luka terbuka). Stadium lanjut dari penyakit ini berakhir dengan kerusakan
kulit dan tulang di daerah yang terkena dan akan mengakibatkan disabilitas
dimana sekitar 10-20 persen dari penderita yang tidak diobati akan cacat seumur
hidup dan menimbulkan stigma social, yang tentunya akan mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, hal inilah kemudian menjadi tantangan bagi seorang publich
health dalam mencegah timbulnya penyakit tersebut dan memperpanjang masa hidup
seseorang.
H. MANIFESTASI KLINIS FRAMBUSIA
Gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
a) Stadium I :
Stadium ini dikenal juga stadium menular.
Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau dalam kisaran 3-90 hari. Lesi initial
berupa papiloma pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah arbei, permukaan
basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan bekas,
kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan
persendian kemudian, papula-papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi
intinial berlangsung beberapa minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi
ini sering ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur dan vagina, dan mirip
kandilomatalata pada sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut,
walaupun terkadang dengan pigmentasi. selain itu terdapat semacam papiloma pada
tapak tangan atau kaki, dan biasanya lembab. Gejala pada kulit dapat berupa
macula, macula papulosa, papula, mikropapula, nodula, tanpa menunjukan
kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak bereksudasi. Bentuk lesi
primer ini adalah bentuk yang menular.
b) Stadium II
atau masa peralihan :
Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema
palidum pertinue. Treponema positif ini terjadi setelah beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah stadium I. Pada stadium ini frambusia tidak menular
dengan bermacam-macam bentuk gambaran klinis, berupa hyperkeratosis. Kelainan
pada tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ekstermitas,
yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu
suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang
hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung,
gondou ( suatu bentuk ostitis hipertofi ), meskipun jarang dijumpai. Kelainan
sendi, hidrartosis, serta junksta artikular nodular ( nodula subkutan, mudah
bergerak, kenyal, multiple), biasanya ditemukan di pergelangan kaki dekat kaput
fibulae, daerah akral atau plantar dan palmar.
c) Stadium III
:
Pada stadium ini , terjadi guma atau
ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau bergaung, bila sembuh, lesi ini
meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid dan kontraktur. Bila
terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan pada
tulang. Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.
Manifestasi klinis frambusia juga dibagi
dalam beberapa tahap, antara lain :
a) Tahap Prepatogenesis
Pada
tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup
kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
b) Tahap
Inkubasi
Tahap inkubasi Frambusia adalah dari 2
sampai 3 minggu
c) Tahap
Dini
Terbentuknya
benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa
nanah.
d) Tahap Lanjut
Pada
gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang,
sehingga mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali
jika disertai infeksi (borok).
e) Tahap
Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit
hanya mempunyai tiga kemungkinan, yaitu:
1.
Sembuh
dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah
yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 % dari penderita.
2.
Karier
tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam
tubuh.
3.
Penyakit
tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan cacat
kepada si penderita.
I. RESERVOIR
DAN CARA PENULARAN
1.
Reservoir
Manusia
dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular penyakit ini.
2.
Cara Penularan
Prinsipnya
berdasarkan kontak langsung dengan eksudat pada lesi awal dari kulit orang yang
terkena infeksi. Penularan tidak langsung melalui kontaminasi akibat menggaruk,
barang-barang yang kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang
hinggap pada luka terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga mempengaruhi
morfologi, distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.
Cara Penularan
Frambusia
Penularan penyakit frambusia
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Depkes,2005), yaitu
:
a.
Penularan secara langsung (direct
contact).
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara
langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan
gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit
seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya.
Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan
gejala menular dengan selaput lendir.
b.
Penularan secara tidak langsung (indirect
contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat
terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang.
Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput
lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk
ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi yang diakibatkan
oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:
1.
Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue
yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan
menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema
pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan
orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
2.
Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue
yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa
dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat
terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup
virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai
kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005). Penularan penyakit
frambusia pada umumnya terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak
langsung sangat jarang terjadi (FKUI, 1988).
·
Masa Inkubasi
Dari 2 hingga 3
minggu
·
Masa Penularan
Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang
muncul secara intermiten selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri
penyebab infeksi biasanya sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium
akhir.
·
Kerentanan dan Kekebalan
Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya
kekebalan pada ras tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap
reinfeksi dan dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman
golongan treponema lain yang patogen.
J. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan
treponema, VDRL, TPHA, dan pada keadaan tertentu, diperlukan pemeriksaan
patologi. Mikroskop pandangan gelap, pada fase dini, diperlukan untuk
pemeriksaan treponema. Dapat pula diaplikasikan pengecatan giemsa, Ziel-Nelson
atauu tinta Hindia untuk pemeriksaan Burry.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
dengan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari
eksudat yang berasal dari lesi primer atau sekunder. Test serologis
nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (Venereal Disease Research
Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal penyakit
menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif
pada titer rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent
Trepanomal Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for
antibody to T. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.
Dan
dapat dilakukan dengan 3 metode dalam Epidemiologi yaitu :
1 Anamnese
2 Tanda (Sign)
3 Tes (Uji/Pemeriksaan)
K. UPAYA PENCEGAHAN
a.
Upaya Pencegahan (tahap Prepatogenesis)
Walaupun
penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada pada saat ini. Begitu
pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut sulit ditemukan.
Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya hanya
didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja. Hal-hal yang
diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk manangani
penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal lainnya.
1.
Pencegahan
tingkat pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat
ditujukan pada factor penyebab, lingkungan serta factor penjamu.
a.
Sasaran
yang ditujukan pada faktor penyebab yang bertujuan untuk mengurangi penyebab
atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha antara lain :
desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan
mikro-organisme penyebab penyakit, penyemprotan/insektisida dalam rangka
menurunkan dan menghilangkan sumebr penularan maupun memutuskan rantai
penularan, disamping karantina dan isolasi yang juga dalam rangka memutuskan
rantai penularan. Selain itu usaha untuk mengurangi atau menghilangkan sumber
penularan dapat dilakukan melalui pengobatan penderita serta pemusnahan sumber
yang ada, serta mengurangi atau menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko
perorangan dan masyarakat.
b.
Mengatasi
atau modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti
peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta bentuk
pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti
pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan
sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan kehidupan
sosial masayarakat.
c.
Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi
perbaikan status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk,
pemberian imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya,
peningkatan status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari
pengaruh factor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan
kualitas gizi, serta olahraga kesehatan.
2. Pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention)
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita atau
dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita (masa tunas).
Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah
timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah proses penyakit untuk lebih lanjut
serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif
melalui peningkatan usaha surveillance penyakit tertentu, pemeriksaan berjala
serta pemeriksaan kelompok tertentu ( calon pegawai, ABRI, Mahasiswa, dan lain
sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam
masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chemoprophylaxis yang terutama
bagi mereka yang dicurigai berada pada proses prepatogenesis Framboesia.
3. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary
Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah
penderita penyakit Framboesia dengan tujuan mencegah jangan sampai cacat atau
kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit tersebut atau mencegah
kematian akibat penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah proses
penyakit lebih lanjut agar jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit
Framboesia. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian funsi fisik, psikologis,
sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis,
rehabilitasi mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial.
a. Pengawasan Penderita, Kontak dan
Lingkungan Masyarakat (tahap Patogenesis)
1. Laporan kepada instansi kesehatan yang
berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit
yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit)
membedakan treponematosis venereal & non venereal dengan memberikan laporan
yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam
upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk
konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2. Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak
dengan luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai luka sembuh.
3. Disinfeksi serentak: bersihkan
barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan buanglah discharge
sesuai dengan prosedur.
4. Karantina: Tidak perlu
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6. Investigasi terhadap kontak dan sumber
infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita harus diberikan pengobatan,
bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan sebagai penderita
laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua penderita dengan
gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan sumber
infeksi.
7. Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk
penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak, diberikan
injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6
juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
b. Upaya Penanggulan Wabah (Tahap Pasca
Patogenesis)
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:
1. Pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan.
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:
1. Pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan.
2. Pengobatan terhadap kasus aktif yang
diperluas pada keluarga dan kelompok masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti
adanya prevalensi frambusia aktif.
3. Melakukan survei berkala dengan tenggang
waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan
masyarakat pedesaan disuatu negara.
J. Program Pemberantasan
Strategi Pemberantasan framboesia terdiri
dari 4 hal pokok yaitu:
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan penderita.
1. Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada
penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui
penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
9. Cara – cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan: Walaupun
penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang ada pada saat ini. Begitu
pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebutsulit ditemukan.
Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama lainnya hanya
didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada
butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk mengurangi angka kejadian.
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat
dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya pemberantasan dengan
memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah tersebut;
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye pemberantasan di masyarakat (lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye pemberantasan di masyarakat (lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.
B. Pengawasan penderita,
kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2) Isolasi: Tidak perlu;
hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak:
bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak:
Tidak perlu
6) Investigasi terhadap
kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan penderita harus
diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif diperlakukan
sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati semua
penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang kontak
dengan sumber infeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
C. Upaya penanggulangan
wabah:
Lakukan program pengobatan aktif untuk
masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini
adalah:
1)
pemeriksaan
terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan;
2)
pengobatan
terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok masyarakat
sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan survei
berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.
D. Implikasi bencana: Tidak
pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi ini tetap ada pada
kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang memadai.
E. Tindakan Internasional:
Untuk melindungi suatu negara
dari risiko timbulnya reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal
aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.
Komplikasi
Tanpa
pengobatan, sekitar 10% dari individu yang terkena mengembangkan menodai dan
melumpuhkan komplikasi setelah lima tahun karena penyakit ini dapat menyebabkan
kerusakan berat pada kulit dan tulang. Hal ini juga dapat menyebabkan kelainan
bentuk rahang kaki, hidung, langit-langit dan bagian atas.
L PENGOBATAN FRAMBUSIA
Pengobatan
framboesia dilakukan dengan memberikan antibiotika. Antibiotika golongan
penicillin merupakan obat pilihan pertama. Bila penderita alergi terhadap
penicillin, dapat diberikan antibiotika tetrasiklin, eritromisin atau doksisiklin.
Benzatin
penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2
juta unit untuk anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat
pilihian, tetapi bagi mereka yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau
eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut
Departemen Kesehatan RI, bahwa pilihan pengobatan utama adalah benzatin penisilin, dan pengobatan
alternatif dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan
eritromisin.
Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk
frambusia adalah sebagai berikut :
a)
Bila
sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun
>5% maka seluruh penduduk diberikan pengobatan.
b) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi
penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun
atau kurang diberikan pengobatan.
c)
Bila
sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2%
maka penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
d)
Untuk
anak sekolah setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid
dalam kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Tabel 1. Dosis dan cara pengobatan frambusia
Pilihan
utama
|
||||
Umur
|
Nama
obat
|
Dosis
|
Pemberian
|
Lama
pemberian
|
<
10 thn
|
Benz.penisilin
|
600.000
IU
|
IM
|
Dosis
Tunggal
|
≥ 10
tahun
|
Benz.penisilin
|
1.200.000
IU
|
IM
|
Dosis
Tunggal
|
Alternatif
|
||||
<
8 tahun
|
Eritromisin
|
30mg/kgBB
bagi 4 dosis
|
Oral
|
15
hari
|
8-15
tahun
|
Tetra
atau erit.
|
250mg,4×1
hri
|
Oral
|
15
hari
|
>8
tahun
|
Doxiciclin
|
2-5mg/kgBB
bagi 4 dosis
|
Oral
|
15
hari
|
Dewasa
|
100mg
2×1 hari
|
Oral
|
15
hari
|
|
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin
diberikan kepada penderita frambusia yang alergi terhadap penicillin.
Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah
umur 8 tahun
|
(Sumber: Pedoman Eradikasi
Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan Penyehatan
Lingkungan, 2007)
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Ø
Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi
Ø
Resiko terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun.
Ø
Gangguan mobilisasi b/d kecacatan
Ø
Gangguan citra tubuh b/d perubahan postur tubuh
Ø
Ansietas b/d perubahan kesehatan.
Ø
Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap perawatan kulit
ASUHAN KEPERAWATAN
Tabel 2. Asuhan keperawatan Klien dengan
Frambusia
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Perencanaan Keperawatan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1
|
Kerusakan Integritas Kulit b/d Adanya Lesi
|
Untuk memelihara integritas kulit/mencapai
penyembuhan tepat waktu
|
Kaji
kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi. Amati
perubahan lesi
Pertahankan
hygiene kulit. Misalnya dengan membasuh dan mengeringkannya dengan hati-hati
dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim
Gunting kuku secara teratur
Kolaborasi
pemberian obat topical atau sistemik
Kolaborasi
pemberian salep antibiotik untuk melindungi lesi
|
Menentukan
garis dasar dimana terjadi perubahan pada status
Masase
meningkatkan sirkulasi kulit dan menambah kenyamanan
Kuku
yang panjang / kasar menimbulkan resiko kerusakan kulit
Digunakan
pada perawatan lesi kulit
Melindungi
area dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan
|
2
|
Gangguan Mobilisasi b/d Kecacatan
|
Mobilisasi fisik terpenuhi,
|
Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan
oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan
menggunakan tongkat dan kursi roda.
Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodic.
Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan
turun dari tempat tidur.
|
Dengan
mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien terhadap
immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
Dengan
ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang perlu
digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien
Pergantian
posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
Membantu
klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari tempat tidur.
|
3
|
Gangguan Citra Tubuh b/d Perubahan Postur
Tubuh
|
Pasien dapat mengembangkan peningkatan
penerimaan diri
|
Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien
(menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekspresi
perasaan muak pada kondisi kulit
Berikan kesempatan untuk pasien mengungkapkan.
Dengarkan dengan cara yang terbuka dan tidak menghakimi untuk mengekspresikan
berduka atau ansietas tentang perubahan citra tubuh
Bersikap realistis selama pengobatan, pada
penyuluhan kesehatan
Jangan memberikan keyakinan yang salah
Dorong interaksi keluarga dan dengan rehabilitasi
|
Gangguan
citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan byata bagi pasien.
Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada dirinya
sendiri
Pasien
membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya pasien untuk
memperbaiki citra diri
Meningkatkan
kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dengan perawat
Meningkatkan
perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana
untuk masa depan berdasarkan realita
Mempertahankan
pola komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan
keluarga
|
4
|
Resiko Terjadi Infeksi b/d Kerusakan Pada
Kulit, Pertahanan Tubuh Menurun
|
·
Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi
|
Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu
Tekankan pentingnya tekhnik mencuci tangan yang baik
untuk semua individu yang kontak dengan pasien
Gunakan sapu tangan, masker dan tekhnik aseptic
selama perawatan dan berikan pakaian yang steril atau baru
Observasi lesi secara periodic
Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi
baik. Periksa pengunjung atau staf terhadap tanda infeksi dan
pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi
Kolaborasi pemberian preparat antibiotic dengan
dokter
|
Memberikan
informasi data dasar. Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang
terjadi untuk menunjukkan pada tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru.
Mencegah kontaminasi silang, menurunkan
resikoinfeksi
Mencegah terpajan pada organism infeksius
Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi
Mengurangi pathogen pada system integument dan mengurangi
kemungkinan pasien mengalami infeksi nosocomial
Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme
penyebab infeksi
|
5
|
·
Ansietas b/d Perubahan Kesehatan
|
Pasien dapat menunjukkan penurunan
ansietas sehingga dapat menerima perubahan status kesehatannnya dengan cara
sehat
|
Berikan penjelasan yang sering dan informasi tentang
prosedur perawatan
Libatkan pasien atau orang yang terdekat dalam
proses pengambilan keputusan
Kaji status mental terhadap penyakit
Berikan orientasi konstan dan konsisten
Dorong pasien untuk bicara tentang penyakitnya
Jelaskan pada pasien apa yang terjadi.Berikan
kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban terbuka atau jujur
Identifikasi metode koping atau penangan siuasi stress
sebelumnya
Dorong keluarga dan orang yang terdekat untuk
mengunjungi dan mendiskusikan yang terjadi pada keluarga. Mengingatkan pasien
kejadian masa lalu dan akan dating
Kolaborasi sedative ringan sesuai indikasi
|
Pengetahuan
diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, dan memperjelas kesalahan
konsep dan meningkatkan kerja sama
Meningkatkan
rasa control dan kerja sama, menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa
Pada
awalnya pasien dapat menggunakan penyangkalan untuk meurunkan dan menyaring
informasi secara keseluruhan
Membantu
pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas
Pasien
perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membantu beberapa
rasa terhadap situasi apa yang menakutkan
Pernyataan
kompensasi menujukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien atau orang
yang terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi
Perilaku
masa lalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini
Mempertahankan
kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan kesinambunga
hidup
Obat
ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara
psikis
|
6
|
·
Kurang Pengetahuan b/d Kurang Informasi Terhadap Perawatan Kulit
|
Pasien mendapatkan informasi yang adekuat
tentang perawatan kulit
|
Tentukan apakah pasien mengetahui tentang kondisi
dirinya
Pantau agar pasien mendapatkan informasi yang benar,
memperbaiki kesalahan persepsi informasi
Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan
Jelaskan penatalaksanaan minum obat: dosis,
frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama
Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang
sehat
Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi
perawatan atau rehabilitasi
|
Memberikan
data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
Pasien
harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat diperbuat
Informasi
tertulis dapat membantu mengingatkan pasien
Meningkatkan partisipasi pasien, memahami
aturan terapi dan mencegah putus obat
Penampakkan
kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan kulit dapat
menandakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal
meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan
Dukungan
jangka panjang dengan evaluasi ulang continue dan perubahan terapi dibutuhkan
untuk penyembuhan optimal
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit
sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah
tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Frambusia,
yang disebabkan oleh Treponema pertenue, adalah penyakit menular bukan seksual
pada manusia yang pada umumnya menyerang anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
Penyakit
frambusia ditandai dengan munculnya lesi primer pada kulit berupa kutil
(papiloma) pada muka dan anggota gerak, terutama kaki, lesi ini tidak sakit dan
bertahan sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Pada
awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan,
gigitan, maupun pengelupasan.
Penyakit
fambusia tidak menyerang jantung, pembuluh darah, otak dan saraf dan tidak ada
frambusia kongenital, namun daerah endemis pada musim hujan penderita baru akan
bertambah. Gejala klinis terdiri atas 3 stadium pertama pada tungkai bawah
sebagai tempat yang mudah trauma; masa tunas berkisar antara 3-6 minggu.
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya
Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan yaitu Infeksi effective dan Infeksi ineffective. Terdapat
3 stadium Frambusia yang dikenal, yakni : Stadium Primer, Stadium Sekunder, dan Stadium Tersier.
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan
mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari
lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya
VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin). Test
serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody –
absorbed), MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum).
Pilihan pengobatan utama adalah benzatin
penicilin dengan dosis yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan
pemberian Tetrasiklin, Doxicicline, dan Eritromisin.
Pencegahan dan Pemberantasan penyakit
Frambusia dapat dilakukan dengan cara yaitu : Upaya Pencegahan; Pengawasan
Penderita, Kontak, dan Lingkungan Sekitarnya; dan Upaya Penanggulangan Wabah.
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada
penyakit Frambusia adalah Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, Resiko
terjadi infeksi b/d kerusakan pada kulit, pertahanan tubuh menurun, Gangguan
mobilisasi b/d kecacatan, Gangguan citra tubuh b/d perubahan postur
tubuh, Ansietas b/d perubahan kesehatan, dan Kurang pengetahuan b/d kurang
informasi terhadap perawatan kulit.
B. SARAN
Sebagai
mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit Frambusia. Hal ini
ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus Frambusia di lingkungannya, agar
dapat melakukan tindakan lebih awal pada klien dengan Frambusia. Selain itu,
rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Frambusia sangat penting
dipelajari mahasiswa agar dapat membuat rencana asuhan keperawatan tentang Frambusia
dan merawat klien jika berhadapan langsung pada klien dengan Frambusia.
Berikut
ini ada beberapa hal penting dalam strategi pemberantasan Penyakit Frambusia
yang terdiri dari 4 hal pokok, yaitu :
1.
Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk
menemukan penderita.
2.
Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan
(UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
3.
Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
4.
Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air
bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman
Eradikasi Frambusia. 2007. Departemen
Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan.
Solution, Heroes. 2010. Penyakit Frambusia/Patek/Yaws.
Syahreza, Lissa. 2011. Frambosia.
http://petrus88.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-frambusia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar