Jumat, 02 Mei 2014

penyakit skizofrenia

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Skizofrenia adalah penyakit otak kronis, parah, dan melumpuhkan. Sekitar 1 persen dari populasi mengembangkan skizofrenia selama hidup mereka – lebih dari 2 juta orang Amerika menderita penyakit pada tahun tertentu. Meskipun skizofrenia mempengaruhi pria dan wanita dengan frekuensi yang sama, gangguan sering muncul sebelumnya pada pria, biasanya di akhir usia belasan atau awal dua puluhan, dibandingkan pada wanita, yang umumnya terpengaruh dalam dua puluhan atau awal tiga puluhan. Orang dengan skizofrenia sering mengalami gejala mengerikan seperti mendengar suara-suara internal yang tidak didengar oleh orang lain, atau percaya bahwa orang lain membaca pikiran mereka, mengendalikan pikiran mereka, atau merencanakan untuk menyakiti mereka. Gejala-gejala ini mungkin membuat mereka takut dan menarik diri. Bicara mereka dan perilaku bisa begitu teratur sehingga mereka mungkin dimengerti. Mereka juga seringkali takut pada orang lain. Perawatan yang tersedia dapat meredakan banyak gejala, tetapi kebanyakan orang dengan skizofrenia terus menderita beberapa gejala sepanjang hidup mereka. Diperkirakan tidak lebih dari satu dari lima individu pulih sepenuhnya.
Penelitian secara bertahap mengarah pada pengobatan baru yang lebih aman dan mengungkap penyebab penyakit kompleks. Para ilmuwan menggunakan banyak pendekatan dari studi genetika molekuler untuk studi populasi tentang skizofrenia. Metode pencitraan struktur otak dan fungsi menjanjikan wawasan baru ke dalam gangguan tersebut.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran.

B. RUMUSAN MASALAH
·         Apa yang dimaksud dengan skizofrenia?
·         Bagaimana epidemoloi dari skizofrenia?
·         Bagaimana patofisiologi dari skizofrenia?
·         Bagaimana gejala dan pemeriksaan pasien skizofrenia?
·         Bagaimana penatalaknaan dari penyakit skizofrenia?
C, TUJUAN
·         Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan skizofrenia
·         Agar mahasiswa dapat mengetahui nagaimana epidemologi dari penyakit skizofrenia
·         Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana patofisiologi dari skizofrenia.
·         Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimna gejala dan pemeriksaan pasien skizofrenia
·         Agar mahasiswa dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari penyakit skizofrenia.









BAB II
PEMBAHASAN
A.  DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR, 2008)
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)
Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera) (Arif, 2006).
B.  EPIDEMOLOGI
Skizoffrenia cenderung menjadi penyakit menahun atau kronis maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka frevalensi dan diperkirakan mendekati angka sepuluh ribu pertahun. Ditemukan juga bahwa life prevalensi skizofrenia diperkirakan 0,5%.(Hawari,2001)
Perkiraan resiko skizofrenia pada sustu waktu tertentu 0,5%-1%. Sekitar 15% penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia, hal ini lebih sering menyerang pria daripada wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia 30 tahun.(Ingram et al, 1995)
Perbandingan antara jenis kelamin pria dan wanita prevalensinya sama akan tetapi menunjukkan perbedaan dalam onset skizofrenia dan perjalanan penyakit. Pria mempunyai onset skizofrenia lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk pria adalah 15-25 than, dan untuk wanita usia puncaknya adalah 25-35 tahun. (kaplon dan Sadock, 1997)
C.    PATOFISIOLOGI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1bgv7uj9dmJJdpnLg8dIkfNkF5uXx84tGmlhnpk1z6EyJGrJH8Lm5SX-iCCsr1L4mWZg7Up0vcoAr9ogkwLlJFFq0xOW64gNCZ8Qx-tI6ku76KF3PLbSQsVkd0r28x0j0GhFgkJ7_ImI/s320/schizophrenia.jpg
keadaan otak manusia normal dan penderita skizofrenia

Secara terminologi, skizofrenia berarti skizo adalah pecah dan frenia berarti kepribadian. Scizophrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi dan perasaan pikir, waham yang aneh, gangguan persepsi, afek yang abnormal. Meskipun demikian kesadaran yang jernih, kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu, mengalami hendaya berat dalam menilai realitas (pekerjaan, sosial, dan waktu senggang).
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a)    Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b)   Hiperdopaminegia pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala positif
c)    Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatalà bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Jalur dopaminergik saraf :
a)    Jalur nigrostriatal : dari substansia nigra ke basal gangliaà fungsi gerakan, EPS
b)   Jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik à memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.
c)    Jalur mesokortikal : dari tegmental area menuju ke frontal cortex à kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
d)   Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary à pelepasan prolaktin.
e)   Terdiri dari 3 fase :
·         Premorbid : semua fungsi masih normal
·         Prodomal : simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas, gangguan tidur, curiga). Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi- fungsi mendasar ( pekerjaan dan rekreasi) dan muncul symptom nonspesifik seperti gangguan tidur, ansietas, konsentrasi berkurang, dan deficit perilaku. Simptom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati menjadi fase psikosis.
·         Psikosis :
Ø  Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham, halusinasi, gangguan proses piker, pikiran kacau. Simptom negative menjadi lebih parah sampai tak bisa mengurus diri. Berlangsung 4 – 8 minggu
Ø  Stabilisasi : 6 – 18 bulan
Ø  Stabil : terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan

Gambar.: otak normal dan otak yang mengalami pelebaran ventrikel pada penderita skizofrenia pada kembar monozigot.

D.  PENGKAJIAN PASIEN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu prosses yang sistematik dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien(Nursalam,2000).
1.  Faktor predisposisi : faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
a)    Faktor biologis, contoh : abnormalitas menyebabkan respon maladaptif (lesi pada area limbik)
b)   Faktor psikologis : teori psikodinamika menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsanagn keinginan dan ketakutan gangguan dialami klien.
c)    Faktor sosial budaya : stress yang bertumpuk.

2.    Faktor presipitasi, bisa berasal dari diri sendiri, lingkungan/interaksi dengan orang lain.
(a)               Biologis, stresor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif.
(b)               Stresor lingkungan : gangguan perilaku
3.    Data demografi : nama, usia, jenis kelamin, alamat rumah, pekerjaan, status pernikahan
4.    Riwayat penyakit sekarang : keluhan utama, alasan masuk RS
5.     Riwayat penyakit masa lalu : kejang, trauma kepala, infeksi
6.    Riwayat keluarga : anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

b. gejala klinis
gejala skizofrenia dibagi dalam 2 kategiri utama yaitu gejala positif dan gejala negatif, yakni :
·         Gejala positif atau gejala nyata:
ü  Halusinasi : persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi di dalam realitas.
ü  Waham : keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar di dalam realitas.
ü  Ekopraksia : peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamati klien.
ü  Flight of ideas : aliran verbalisasi yang terus menerus saat individu melompat dari satu topik ke topik laindengan cepat.
ü  Perseverasi : terus menerus membicarakan satu topik atau gagasan, pengulangan kalimat,kata atau frasa secara verbal dan menolak untuk mengubah topik tersebut.
ü  Asosiasi longgar : pikiran atau gagsan yang terpecah-pecah atau buruk.
ü  Gagasan rujukan : kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki makna yang khusus dalam individu.
ü  Ambivalensi : mempertahanan keyakinan dan perasaan yang tampak kontradiktif tentang individu,peristiwa atau situasi yang sama.

·         Gejala negatif atau gejala samar :
ü  Apati : perasaan tidak peduli terhaap individu, aktivitas atau peristiwa.
ü  Alogia : kecendrungan berbicara sangat sedikit atau menyampaikan sedikit subtansi makna (miskin isi).
ü  Afek datar : tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi atau mood.
ü  Anhedonia : merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup, aktifitas atau hubungan.
ü  Katattonia : imobilitas karna faktor psikologis, kadang kala ditandai oleh periode agitasi gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
ü  Tidak memiliki kemauan : tidak adanya keinginan. Ambisi atau dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.

c.      Diagnosa keperawatan
1)      Gangguan persepsi sensori
Definisi : keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respons terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihakan, disampingkan, atau dirusakkan.
Batasan karateristik :
·         Distorsi pendengaran
·         Perubahan pola komunikasi :teriak – teriak, komat kamit, bicara sendiri
·         Perubahan pola perilaku : mondar mandir, keluyuran
·         Halusinasi
·         Gelisah
Faktor yang berhubungan :
·                   Ketidakseimbangan biokimia untuk distorsi sensori : halusinasi
·                   Perubahan persepsi sensori
NOC :
·                   Kemampuan kognitif : kemampuan untuk menghilangkan proses mental yang kompleks
·                   Pengendalian distorsi pikir : kemampuan menhan diri dari gangguan persepsi, proses pikir dan isi pikir.
·                   Penghematan energi : tingkat pengelolaan energi secra aktif untuk melakukan dan mempertahankan aktivitas.
2)      Impaired memory
3)      Hambatan komunikasi verbal
E. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan skizofreniform
Klien memperlihatkan gejala skizofrenia tetapi selama kurang dari enam bulan yang diperlukan untuk kriteria diagnostik skizofrenia, gangguan fungsi sosial atau okupasional mungkin terjadi atau mungkin tidak.
Gangguan psikotIk singkat
Klien mengalami awitan mendadak minimal satu gejala pikotik misalnya waham, halusinasi,atau disorganisasi bicara atau perilaku yang berlangsung dari satu hari sampai satu bulan. Episode gejala inidapat diidentifikasi atau dapat dialami setelah melahirkan.
Berpura-pura atau Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.


E.  INTI PENGKAJIAN
Bila dokter menduga bahwa seseorang menderita schizophrenia, dia akan menanyakan adanya  riwayat penyakit badan dan kejiwaannya, melakukan pemeriksaan badan, melakukan test medis dan psikologis. Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan:
  • Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan skrining ada tidaknya kecanduan obat bius yang sering memberikan gejala yang sama dengan schizophrenia. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan CT Scan dan MRI otak,  untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di otak.
  • Pemeriksaan psikologis. Dokter akan menanyakan tentang pikiran, perasaan, ada tidaknya waham (delusion), sikap/ perilaku, keinginan untuk bunuh diri atau melakukan kekerasan.
Kriteria diagnosa schizophrenia mengikuti Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association. Dokter perlu menyingkirkan penyebab lain dari gejala yang ada pada pasien, seperti karena kecanduan obat bius, minum obat obatan tertentu atau karena adanya penyakit tertentu.
  • Penderita setidaknya mempunyai 2 atau lebih gejala yang sering muncul pada penderita schizophrenia, yaitu: waham, halusinasi, bicara tidak teratur, perilaku tak terarah atau katatonik, atau adanya gejala negatif yang cukup menonjol dalam sebulan terakhir.
  • Mengalami penurunan kemampuan kerja, sekolah atau dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari
  • Gejalanya menetap selama setidaknya 6 bulan.
Bila dokter sudah menetapkan bahwa seseorang mengalami penyakit skizofrenia, dokter pasti akan langsung merujuk untuk melakukan pengobatan. Penyakit ini mruapakan suatu kondisi kronis yang mengharuskan penderitanya untuk melakukan pengobatan seumur hidup mereka walaupun gejala yang timbul juga telah mereda  dengan cara menggunakan obat-obatan atau dengan terapi psikososial.

F.  INTI PENATALAKSANAAN
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju kemunduran mental

1. Farmakoterapi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan schizophrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan schizophrenia sudah lebih dari 1 kali maka obat diberi terus selama satu sampai dua tahun.
2. Terapi elektro konvulsi (TEK)
Terapi konvulsi dapt memperpendek serangan schizophrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan terapi ini tidak dapat mencengah serangan yang akan datang.
3. Terapi koma insuli
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit hasilnya memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit.
4. Psikoterapi dan rehabilitas
Psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengambalikan penderita ke masyarakat. Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
5. Lobotomy prefrontal
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak beerhasil dan bila penderita sangat menganggu lingkungannya.
6.Psikoterapi Islami
      Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan metode terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi doa sebenarnya dilakukan oleh klien yang mengalami gangguan kecemasan. Namun dalam konteks skizofrenia, keluarga harus senantiasa memberikan terapi doa untuk penderita skizofrenia. Doa diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan energi positif dari alam kepada manusia (Urbayatun, 2006).
      Perspektif spiritual dalam psikologi Islami meyakini bahwa ada yang salah dalam qalbu manusia sehingga ia terkena gangguan psikotik. Terapi psikotik dilakukan dengan cara menyucikan jiwa individu, baru kemudian jiwa tersebut diisi dengan kebaikan (oleh terapis).














BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti “terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga penderita kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi individu, seperti afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat digolongkan dalam beberapa jenis berdasarkan gejala khas yang paling dominan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
B.SARAN



DAFTAR PUSTAKA
Luana, N.A. (2007), Simposium Sehari Kesehatan Jiwa dalam Rangka menyambut Kesehatan Jiwa Sedunia, dalam Http// www.Kompas.com
Urbayatun, Siti. 2006. Psikoterapi Doa sebagai Alternatif Mengatasi Gangguan Jiwa Ringan. Jurnal Psikologi Islami, vol. 2, 31-37.
Wiromihardjo, Sutardjo  A.2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : PT. Refika Aditama
http://www.psikomedia.com/foblog/pdf?id=1006





Tidak ada komentar:

Posting Komentar