BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Skizofrenia adalah penyakit otak kronis, parah, dan
melumpuhkan. Sekitar 1 persen dari populasi mengembangkan skizofrenia selama
hidup mereka – lebih dari 2 juta orang Amerika menderita penyakit pada tahun
tertentu. Meskipun skizofrenia mempengaruhi pria dan wanita dengan frekuensi
yang sama, gangguan sering muncul sebelumnya pada pria, biasanya di akhir usia
belasan atau awal dua puluhan, dibandingkan pada wanita, yang umumnya
terpengaruh dalam dua puluhan atau awal tiga puluhan. Orang dengan skizofrenia
sering mengalami gejala mengerikan seperti mendengar suara-suara internal yang
tidak didengar oleh orang lain, atau percaya bahwa orang lain membaca pikiran
mereka, mengendalikan pikiran mereka, atau merencanakan untuk menyakiti mereka.
Gejala-gejala ini mungkin membuat mereka takut dan menarik diri. Bicara mereka
dan perilaku bisa begitu teratur sehingga mereka mungkin dimengerti. Mereka
juga seringkali takut pada orang lain. Perawatan yang tersedia dapat meredakan banyak
gejala, tetapi kebanyakan orang dengan skizofrenia terus menderita beberapa
gejala sepanjang hidup mereka. Diperkirakan tidak lebih dari satu dari lima
individu pulih sepenuhnya.
Penelitian secara bertahap mengarah pada pengobatan
baru yang lebih aman dan mengungkap penyebab penyakit kompleks. Para ilmuwan
menggunakan banyak pendekatan dari studi genetika molekuler untuk studi
populasi tentang skizofrenia. Metode pencitraan struktur otak dan fungsi
menjanjikan wawasan baru ke dalam gangguan tersebut.
Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika
Serikat, skizofrenia seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya
gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan
sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek
disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat
mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi,
agitasi dan penelantaran.
B. RUMUSAN MASALAH
·
Apa yang
dimaksud dengan skizofrenia?
·
Bagaimana
epidemoloi dari skizofrenia?
·
Bagaimana
patofisiologi dari skizofrenia?
·
Bagaimana
gejala dan pemeriksaan pasien skizofrenia?
·
Bagaimana
penatalaknaan dari penyakit skizofrenia?
C,
TUJUAN
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan skizofrenia
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui nagaimana epidemologi dari penyakit skizofrenia
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui bagaimana patofisiologi dari skizofrenia.
·
Agar
mahasiswa dapat mengetahui bagaimna gejala dan pemeriksaan pasien skizofrenia
·
Agar mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari penyakit skizofrenia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti
“terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi
pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara
umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom
positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan
kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan (kepercayaan yang
salah), pikiran yang abnormal dan menggangu kerja dan fungsi sosial (DSM-IV-TR,
2008)
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku
dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Durand dan Barlow, 2007)
Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada
dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa
psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon
emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal, sering kali
diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsangan panca indera) (Arif, 2006).
B. EPIDEMOLOGI
Skizoffrenia
cenderung menjadi penyakit menahun atau kronis maka angka insidensi penyakit
ini dianggap lebih rendah dari angka frevalensi dan diperkirakan mendekati
angka sepuluh ribu pertahun. Ditemukan juga bahwa life prevalensi skizofrenia
diperkirakan 0,5%.(Hawari,2001)
Perkiraan resiko skizofrenia pada sustu
waktu tertentu 0,5%-1%. Sekitar 15% penderita yang masuk rumah sakit jiwa
merupakan pasien skizofrenia, hal ini lebih sering menyerang pria daripada
wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia 30 tahun.(Ingram et al, 1995)
Perbandingan antara jenis kelamin pria
dan wanita prevalensinya sama akan tetapi menunjukkan perbedaan dalam onset
skizofrenia dan perjalanan penyakit. Pria mempunyai onset skizofrenia lebih
awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk pria adalah 15-25 than, dan untuk
wanita usia puncaknya adalah 25-35 tahun. (kaplon dan Sadock, 1997)
C.
PATOFISIOLOGI
Secara terminologi, skizofrenia berarti skizo adalah pecah dan frenia berarti
kepribadian. Scizophrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan
dasar pada kepribadian, distorsi dan perasaan pikir, waham yang aneh, gangguan
persepsi, afek yang abnormal. Meskipun demikian kesadaran yang jernih,
kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu, mengalami hendaya berat dalam
menilai realitas (pekerjaan, sosial, dan waktu senggang).
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik.
Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang,
atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut.
Hipotesis/teori
tentang patofisiologi skizofrenia :
a) Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem
dopaminergik
b) Hiperdopaminegia pada sistem meso limbikà berkaitan dengan gejala positif
c) Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan
nigrostriatalà
bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Jalur
dopaminergik saraf :
a)
Jalur
nigrostriatal : dari substansia nigra ke basal gangliaà fungsi gerakan, EPS
b)
Jalur
mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik à memori, sikap, kesadaran, proses stimulus.
c)
Jalur
mesokortikal : dari tegmental area menuju ke frontal cortex à kognisi, fungsi sosial, komunikasi, respons terhadap
stress.
d)
Jalur
tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary à pelepasan prolaktin.
e)
Terdiri dari 3
fase :
·
Premorbid :
semua fungsi masih normal
·
Prodomal :
simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas, gangguan tidur, curiga). Pada fase ini, individu
mengalami kemunduran dalam fungsi- fungsi mendasar ( pekerjaan dan rekreasi)
dan muncul symptom nonspesifik seperti gangguan tidur, ansietas, konsentrasi
berkurang, dan deficit perilaku. Simptom positif seperti curiga mulai
berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati menjadi fase
psikosis.
·
Psikosis :
Ø Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham, halusinasi, gangguan proses piker, pikiran kacau. Simptom negative menjadi lebih parah sampai
tak bisa mengurus diri. Berlangsung 4 –
8 minggu
Ø Stabilisasi : 6 – 18 bulan
Ø Stabil : terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan
Gambar.: otak normal
dan otak yang mengalami pelebaran ventrikel pada penderita skizofrenia pada
kembar monozigot.
D. PENGKAJIAN
PASIEN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu prosses yang sistematik dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien(Nursalam,2000).
1. Faktor
predisposisi : faktor
risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress.
a)
Faktor biologis, contoh :
abnormalitas menyebabkan respon maladaptif (lesi pada area limbik)
b)
Faktor psikologis : teori psikodinamika menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena isi
alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap konflik
psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi merupakan
gambaran dan rangsanagn keinginan dan ketakutan gangguan dialami klien.
c)
Faktor sosial budaya : stress yang bertumpuk.
2. Faktor
presipitasi, bisa berasal
dari diri sendiri, lingkungan/interaksi dengan orang lain.
(a)
Biologis,
stresor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif.
(b)
Stresor
lingkungan : gangguan perilaku
3. Data demografi : nama, usia, jenis kelamin, alamat rumah, pekerjaan,
status pernikahan
4. Riwayat
penyakit sekarang : keluhan
utama, alasan masuk RS
5. Riwayat penyakit masa lalu : kejang,
trauma kepala, infeksi
6. Riwayat
keluarga : anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama
b. gejala klinis
gejala
skizofrenia dibagi dalam 2 kategiri utama yaitu gejala positif dan gejala
negatif, yakni :
·
Gejala positif atau gejala nyata:
ü Halusinasi : persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak terjadi di dalam realitas.
ü Waham : keyakinan yang salah dan dipertahankan yang
tidak memiliki dasar di dalam realitas.
ü Ekopraksia : peniruan gerakan dan gestur orang lain
yang diamati klien.
ü Flight of ideas : aliran verbalisasi yang terus
menerus saat individu melompat dari satu topik ke topik laindengan cepat.
ü Perseverasi : terus menerus membicarakan satu topik
atau gagasan, pengulangan kalimat,kata atau frasa secara verbal dan menolak
untuk mengubah topik tersebut.
ü Asosiasi longgar : pikiran atau gagsan yang
terpecah-pecah atau buruk.
ü Gagasan rujukan : kesan yang salah bahwa peristiwa
eksternal memiliki makna yang khusus dalam individu.
ü Ambivalensi : mempertahanan keyakinan dan perasaan
yang tampak kontradiktif tentang individu,peristiwa atau situasi yang sama.
·
Gejala negatif atau gejala samar :
ü Apati : perasaan tidak peduli terhaap individu, aktivitas
atau peristiwa.
ü Alogia : kecendrungan berbicara sangat sedikit atau
menyampaikan sedikit subtansi makna (miskin isi).
ü Afek datar : tidak adanya ekspresi wajah yang akan
menunjukkan emosi atau mood.
ü Anhedonia : merasa tidak senang atau tidak gembira
dalam menjalani hidup, aktifitas atau hubungan.
ü Katattonia : imobilitas karna faktor psikologis,
kadang kala ditandai oleh periode agitasi gembira, klien tampak tidak bergerak,
seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
ü Tidak memiliki kemauan : tidak adanya keinginan.
Ambisi atau dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.
c. Diagnosa keperawatan
1)
Gangguan persepsi sensori
Definisi :
keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola
stimulus yang diterima, diikuti dengan suatu respons terhadap stimulus tersebut
yang dihilangkan, dilebihakan, disampingkan, atau dirusakkan.
Batasan
karateristik :
·
Distorsi
pendengaran
·
Perubahan pola
komunikasi :teriak – teriak, komat kamit, bicara sendiri
·
Perubahan pola perilaku
: mondar mandir, keluyuran
·
Halusinasi
·
Gelisah
Faktor yang
berhubungan :
·
Ketidakseimbangan biokimia untuk distorsi sensori :
halusinasi
·
Perubahan persepsi sensori
NOC :
·
Kemampuan kognitif : kemampuan untuk menghilangkan
proses mental yang kompleks
·
Pengendalian distorsi pikir : kemampuan menhan diri
dari gangguan persepsi, proses pikir dan isi pikir.
·
Penghematan energi : tingkat pengelolaan energi secra
aktif untuk melakukan dan mempertahankan aktivitas.
2)
Impaired memory
3)
Hambatan komunikasi verbal
E. DIAGNOSIS
BANDING
Gangguan skizofreniform
Klien memperlihatkan gejala skizofrenia tetapi
selama kurang dari enam bulan yang diperlukan untuk kriteria diagnostik
skizofrenia, gangguan fungsi sosial atau okupasional mungkin terjadi atau
mungkin tidak.
Gangguan psikotIk singkat
Klien mengalami awitan mendadak minimal satu
gejala pikotik misalnya waham, halusinasi,atau disorganisasi bicara atau
perilaku yang berlangsung dari satu hari sampai satu bulan. Episode gejala
inidapat diidentifikasi atau dapat dialami setelah melahirkan.
Berpura-pura atau Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis
yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak
menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan
diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan
produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering);
pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk
dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya
mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi,
beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu
eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk
dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki
lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam
bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika
gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika
pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif
adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang
bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala
skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan
depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat
terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan
status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap
adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri
skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah
gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian,
tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat
ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang
dapat diidentifikasi.
E. INTI
PENGKAJIAN
Bila dokter menduga bahwa seseorang
menderita schizophrenia, dia akan menanyakan adanya riwayat penyakit
badan dan kejiwaannya, melakukan pemeriksaan badan, melakukan test medis dan
psikologis. Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan:
- Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan skrining ada
tidaknya kecanduan obat bius yang sering memberikan gejala yang sama
dengan schizophrenia. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan CT Scan dan
MRI otak, untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di otak.
- Pemeriksaan psikologis. Dokter akan menanyakan tentang pikiran,
perasaan, ada tidaknya waham (delusion), sikap/ perilaku, keinginan untuk
bunuh diri atau melakukan kekerasan.
Kriteria diagnosa schizophrenia
mengikuti Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang
dikeluarkan oleh American Psychiatric Association. Dokter perlu menyingkirkan
penyebab lain dari gejala yang ada pada pasien, seperti karena kecanduan obat
bius, minum obat obatan tertentu atau karena adanya penyakit tertentu.
- Penderita setidaknya mempunyai 2 atau lebih
gejala yang sering muncul pada penderita schizophrenia, yaitu: waham,
halusinasi, bicara tidak teratur, perilaku tak terarah atau katatonik,
atau adanya gejala negatif yang cukup menonjol dalam sebulan terakhir.
- Mengalami penurunan kemampuan kerja, sekolah atau
dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari
- Gejalanya menetap selama setidaknya 6 bulan.
Bila
dokter sudah menetapkan bahwa seseorang mengalami penyakit skizofrenia, dokter pasti
akan langsung merujuk untuk melakukan pengobatan. Penyakit ini mruapakan suatu
kondisi kronis yang mengharuskan penderitanya untuk melakukan pengobatan seumur
hidup mereka walaupun gejala yang timbul juga telah mereda dengan cara menggunakan obat-obatan atau
dengan terapi psikososial.
F. INTI
PENATALAKSANAAN
Pengobatan
harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju kemunduran mental
1. Farmakoterapi
Neroleptika
dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan
schizophrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah
pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat. Sesudah gejala-gejala
menghilang, maka dosis dipertahankan lagi, jika serangan itu baru yang pertama
kali. Jika serangan schizophrenia sudah lebih dari 1 kali maka obat diberi
terus selama satu sampai dua tahun.
2. Terapi elektro konvulsi (TEK)
2. Terapi elektro konvulsi (TEK)
Terapi
konvulsi dapt memperpendek serangan schizophrenia dan mempermudah kontak dengan
penderita. Akan terapi ini tidak dapat mencengah serangan yang akan datang.
3. Terapi koma insuli
3. Terapi koma insuli
Meskipun
pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit hasilnya
memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah
penderita jatuh sakit.
4. Psikoterapi dan rehabilitas
Psikoterapi
suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud
untuk mengambalikan penderita ke masyarakat. Terapi kerja baik sekali untuk
mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan
dokter.
5. Lobotomy prefrontal
5. Lobotomy prefrontal
Dapat
dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak beerhasil dan bila penderita
sangat menganggu lingkungannya.
6.Psikoterapi
Islami
Psikologi Islami, dalam Jurnal Psikologi Islami, juga memberikan metode
terapi untuk mengatasi gangguan kejiwaan berat. Psikoterapi doa sebenarnya
dilakukan oleh klien yang mengalami gangguan kecemasan. Namun dalam konteks
skizofrenia, keluarga harus senantiasa memberikan terapi doa untuk penderita
skizofrenia. Doa diyakini sebagai cara yang ampuh untuk mengalirkan energi
positif dari alam kepada manusia (Urbayatun, 2006).
Perspektif spiritual dalam psikologi Islami meyakini bahwa ada yang salah dalam
qalbu manusia sehingga ia terkena gangguan psikotik. Terapi psikotik
dilakukan dengan cara menyucikan jiwa individu, baru kemudian jiwa tersebut
diisi dengan kebaikan (oleh terapis).
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti
“terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia
terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.
Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu
simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia
adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga penderita
kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi individu,
seperti afeksi dan kognitif. Penderita Skizofrenia juga dapat digolongkan dalam
beberapa jenis berdasarkan gejala khas yang paling dominan.
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16
sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai
diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar
di antara anggota keluarga sedarah.
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik.
Skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter
dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya
pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang,
atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut.
B.SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Luana, N.A. (2007),
Simposium Sehari Kesehatan Jiwa dalam Rangka menyambut Kesehatan Jiwa Sedunia,
dalam Http// www.Kompas.com
Urbayatun, Siti. 2006.
Psikoterapi Doa sebagai Alternatif Mengatasi Gangguan Jiwa Ringan. Jurnal
Psikologi Islami, vol. 2, 31-37.
Wiromihardjo,
Sutardjo A.2005. Pengantar Psikologi
Abnormal. Bandung : PT. Refika Aditama
http://www.psikomedia.com/foblog/pdf?id=1006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar